Thursday, August 25, 2005

Catatan Dari Bambangan

Adalah
angin sore di Bambangan
Membelai pelupuk mata dengan mesranya
Tatapan jauh ke puncak
Istana para dewa
yang tak bisa di kenali perasaan

Kita sednag berjalan
pada putaran jaman
antara gerimis kasar dan petir
yang menggelegar

Menorehkan pergulatan batin
pada dasar kawah sangar
kemudian lupakan

Terus lah berjuang
Menghirup udara tipis sebagai penyambung hidup
antara pinus mati dan hutan terbakar
di sini
di samarantu

Kemudian kita semua pasrah
pada belaian makian dan hempasan batin marah
di tepi kuburan tanpa jasad
di sini
di samarantu

Ajari aku melumpuhkan keanguhanku
sebab langkah seribu hanya sepuluh yang kau hitung

ajari aku menghempaskan egoku
sebab ucapan tak hanya bisa melukai
tapi membunuh

Ajari aku menjabat erat tangan mu
kamudian aku akan pergi mengejar
bayang mu yang masih ada
tertinggal di edelweis mati dekat runtuhan batu

:: belajar mengalah demi cinta ::

Tuesday, August 23, 2005

Persimpangan

Pada persimpangan antara mati dan hidup
jalan nafas telah dipilih
tinggal angkat saja derapmu pelan-pelan
kemudian lari atau tertembak

Sebutir peluru lepas dari poros
menerobos daging dan tulang rawan
pada dada yang terbuka
tidak berbaju

sama lah itu artinya
aku mati
kemudian hidup
dan mati lagi

Monday, August 22, 2005

Kebebasan..

Dua rentetan senjata membahana di udara
malam masih belum setengahnya berjalan
manusia setengah lemah pulang
entah kerumah siapa

Hatinya gundah
apakah marahnya masih di hitung hari ini
dan caciannya masih di hitung juga
entahlah

Hati menangis pada gagang telepon dingin
tapi air mata tak bisa mengaliri pipi

Ada seokor Nazar mengoak
menggerogoti tulang-tulang padang pasir
setengah mengeluh sebab
tak ada daging tersisa dari bangkai ini

Marah kah saudara melihat itu?

Wednesday, August 10, 2005

Ciliwung

Biarkan aku menangis pada bibirmu
yang bergetar ketika ku belai
dan merintih ketika pada sore itu
kugagahi dirimu

Aku yang di tinggalkan sejuta kesabaran
berteriak dan menceburkan badan
pada jeram-jeram mu
diantara kotoran manusia dan senandung bocah mandi
pada dua sisimu

Kejauhan
adalah sepasang merak mengambang
mungkin tertidur pada satu sisi rakit bambu
yang tertambat pada sebatang cemara mati
dan serombongan semut-semut pohon duku
mengamini dan bertahlil diatasnya

Adakah dia masih seperti disini
kehidupan yang tak pernah mati
kureguk dan ku hisap, hingga sari madu penghabisan
di bibir jurang nan dalam

Azan ashar yang ke tiga berkumandang
dari rumah Tuhan entah dimana
menangkat wudhu pohon-pohon bambu
pada sisi sisi nya
kemudian bertasbih dan menyalahkan aku
justru pada saat bersamaan

Hitam disana
awalnya putih disini
merah pekat di hilir
awalnya bening indah di hulu

Ciliwung
Aku menanti kabar darimu
buat benci ku yang ku buang kemarin sore

**

Saturday, August 06, 2005

Kacung

Lalu
Pada batasan yang mana aku berjalan
Terpuruk tanpa daya hanya menghiba
Sebab hanya seorang pesuruh bukan penguasa

Dimana letak kesadaran
Batasan antara kecil dan besar
Hati yang memaki antara mulut mencaci
Dengan bahasa seribu serigala dari Afrika

Badan ini memang kecil
Tapi hati ini besar