Thursday, June 30, 2005

Bisakah Kita berdamai Siang Ini?

duhai
bisakah kita berdamai sejenak
melepas tiap lembar amarah
menikmati hari ini tanpa dendam

mari
minum kopi di beranda itu
atau
sekedar membicarakan hal lain

wahai kejenuhan
jangan belitkan tubuh mu di leherku
mohon
turunlah sebentar
kita bicara baik-baik

atau
kau mau menyelesaikannya
dengan cara lelaki??

Pada Akhir Juni

terkapar
tak berdaya
bukan!
buka tak bisa melawan
karana
memang bukan waktunya

seorang lelaki
cuma pasrah
diam-diam berdoa
menikmati
tiap rasa sakit
yang menjalar
lewat pembuluh darah

seorang lelaki
pasrah
tapi tidak menyerah

*****

Buat Mu

Pohon yang kita tanam
kini tengah tumbuh

Lihatlah
Daunnya sudah mulai tumbuh dimana-mana
hijau dan muda
segar dan menyejukkan

Dahannya
sedikit-sedikit
nampak tumbuh membumbung
tempat bernaung

Pohon yang kita tanam
kini tengah tumbuh

Hujan dan panas matahari
adalah tawa dan canda
yang menumbuhkembangkan tiap jaringan
pada permukaan yang terlihat semakin kokoh

Lihatlah
Meski angin dan petir mendera
pohon kita tetap saja indah
kelak bunganya akan kita petik
dan buahnya
akan kita rasa bersama

saat kita bersama menyemai
kita sepahaman
dipohon ini kelak kita akan buatkan
sebuah rumah mungil tempat berbagi
tempat saling mengisi
tempat saling melengkapi

kita akan gantung
semua asa kita pada dahannya
kita selipkan lampu-lampu kristal warna-warni
dengan indahnya

pohon kita hampir tumbuh
masih baru
tapi penuh harapan

maka jagalah
rawatlah
agar ulat pemangsa tak bisa betah
dan serangga penghancur akan mundur

Pohon yang kita tanam
kini tengah tumbuh

Pohon yang kita tanam
kini tengah tumbuh

dan kita disana
duduk menunggu
hingga tahu
dia dewasa

******

Tuesday, June 28, 2005

Adinda II

Adinda
Sore itu mentari terik
butiran keringat jatuh pada dahi mu
mengalir turun
melewati celah alis, kemudin diam
pada mancung hidung mu

aku ingat
kau hanya diam
seolah meresapi elusan keringatmu sendiri
jalan berdebu yang kita lewati
kau tak bicara

Adinda
maafkan jika tak ada saputangan
atau selembar tissu waktu itu
tak juga ku hapus dengan tangan ku
aku takut
aku malu

Adinda
aku terlalu pengecut buat mengakui
aku pengecut
meski hanya membelai rambut hitammu
atau sekedar menyentuh jari mu

**

Adinda

Adinda,
harus dimana lagi aku sandarkan punggung ini,
aku sudah mulai lelah
biduk tempat kita berkayuh hampir pecah
sedang kau
memaksa mencapai pulau cinta di tengah samudra

Adinda
aku juga seorang manusia
yang punya keterbatasan
tenaga yang semakin hilang
rapuh sudah menyelinap pada tulang-tulang
tidak seperti masa muda dulu
aku
beranjak tua

Adinda
ya...aku ingat dengan jelas
aku berjanji ambilkan bulan pada purnama itu
bintang-bintang akan kurangkai menjadi kalung
dan kupersembahkan sebagai mas kawin
aku ingat
jelas
Tapi itu bukan janji...sayang
ketika cinta kita membara
aku tidak tahu apa yang bisa membuat kau bahagia
kecuali kata-kata indah
dari sedikit keberanian yang tersisa
dan
aku merayu mu
untuk bisa menawan hatimu

Adinda,
Sekarang aku tak bisa
kita tak pernah lagi sekata
kau mencaci
lampiaskan segala maki
menagih janji rayu purnama dulu

Adinda
Aku hancur
Biduk kita sudah pecah
aku tenggelam
dalam
dalam sekali
ditemani gelap palung samudra
menunggu mati

kau
entah pergi dengan siapa
apa selamat
atau mati juga

***buat Adinda***

Saturday, June 25, 2005

dua sisi

Ada yang salah
ketika hati bicara ini cinta
ada yang terlupa
ketika kita berkata bahwa ini nyata

pertemuan adalah racun
kebersamaan adalah duri

matamu menggantung pandangan
jiwamu terbang terlalu keawan
ada badai
yang takbisa kau elakkan

kehidupan adalah ancaman
dan kematian adalah tidur panjang

kemana kaki beranjak
apakah tepi danau atau bibir jurang
bukan
hanya merentas tempat tanpa arah

biar bintang jadi penunjuk
asap jadi permadani terbang
karena
hidup mati
adalah nyanyian kehidupan
yang esok lusa
pasti nyaring terdengar

Bolehkah saya menangis

Apakah saya boleh menangis

Kalau ternyata air mata saja
saya tidak punya
kering
tidak tahu sejak kapan

mungkin sudah terlalu banyak keluar
lewat tangisan si penggendong mayat
dalam kereta api
mungkin lewat jeritan penjual nasi
yang kios nya tergusur
siang tadi

masih bolehkah saya menangis
sedang saya tak punya air mata lagi

Friday, June 24, 2005

hidup

hidup adalah
yakin

aku bisa bangun pagi
menarik nafas kehidupan
dalam
dalam

kemudian
hembusakan
pelan
pelan

dan yakin
hari ini aku akan hidup
bukan jadi parasit
atau mumi

hidup adalah
yakin

pada denyutan
darah
dari jantung ke penjuru
vena

setiap hari
tanpa henti
tanpa diminta

hidup
adalah memberi
bukan meminta

adalah
usaha
bukan cuma doa

hidup
yakin

Wednesday, June 22, 2005

Lukisan Mata

Dua mata
pada satu kisaran waktu
membelah
mencabik
setajam wakizasi dari Jepang

Empat mata
bertemu
tapi tak ada bahasa
hanya gerak pupil
berkelahi

air mata
adalah lautan sedih
pada putaran bulan ke bumi
penuh
seharian

matamu meludah
tepat di depanku
di dahiku

bukan
kutahu itu bukan mulut
karena mulutmu sibuk memaki

matamu
menenggelamkan
tiap tarikan
nafas
ke lautan

Tuesday, June 21, 2005

Teman Sejati

Apa guna teman?
pernah dapet teman sejati?
dimana?
mesjid, gereja, pura atau wihara?

di meja makan
di ruang meeting
di meja kafe
di kursi bioskop
atau
di atas tempat tidur

kemarin aku tertawa terbahak
bersama teman

kemarin aku menangis
juga karena teman


lalu dimana teman
sejati
tak ada benci
dan dengki

ah
teman ku
cuma bayangan pohon cemara
hanya ranting kering cantigi
pada puncak
tinggi
dekat matahari

Wednesday, June 01, 2005

Dengan Dia

** Dari sebuah janji yang terlupa**

Ketika kita putuskan memulai
saat itu pula kita tahu
kita adalah satu

dan waktu langkah kian menjauh
dari mula
tak ada pilihan tapi terus
menapak

karena
kita tahu
ada pasti cahaya
buat kita pada ujung jalan
yang tak berbatas ini
hanya buat kita

**
sebuah janji manis yang ditulis lewat pesan singkat
pada tanggal 19 Desember 2003.
hari kami berjanji buat membagi hati
****

Bulan Sabit surya kencana

Bulan Sabit surya kencana....
Apa kabar mu ?
Denger2 kena demam suhu 0 derajat celcius
Denger2 lagi, eidelweisnya sudah mekar
'dah 6 bulan aku cuma jadi pertapa dataran
Kangen juga dipeluk sama awan.....
Makanya aku titip pesan
sisakan satu eidelweis mekar di gerbang penyambutan
kalo boleh dengan sunrisenya sekalian

terakhir kirim salam manis buat bapak gede dan ibu pangrango..
Jaga mereka ...... !!! dan bilang kapan-kapan aku kirim surat.....
Isinya ? tentu tentang kekaguman
sudah yach...
Aku harus balik kerja lagi nich ..
(rutinitas cari uang )

Jakarta, 01 JUne 2005
Nha2

( kiranya benar, aku masih belum mampu menafsirkan , cinta ???atau cuma parade omong kosong yang berjalan....)